Diedit dari duakutub Dec 09, 2012
DuaKutub:
Sewaktu Republik Indonesia Serikat dibentuk, Sultan Hamid II diangkat menjadi
Menteri Negara Zonder Porto Folio dan selama menjabat menteri negara itu beliau ditugaskan oleh
Presiden Soekarno untuk merencanakan, merancang dan merumuskan gambar lambang
negara.
Pada 10 Januari 1950 dibentuk Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana
Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder
Porto Folio Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis Muhammad Yamin (Ketua),
Ki Hajar Dewantoro, M. A. Pellaupessy, Mohammad Natsir, dan RM Ngabehi Purbatjaraka
sebagai anggota. Panitia ini bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang
negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah.
LAMBANG PERTAMA
Dalam buku “Bung
Hatta Menjawab” untuk melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut
Menteri Priyono melaksanakan sayembara. Terpilih dua rancangan lambang negara
terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M. Yamin. Pada proses
selanjutnya yang diterima pemerintah dan DPR adalah rancangan Sultan Hamid II.
Karya M. Yamin ditolak, karena menyertakan sinar-sinar matahari dan menampakkan
pengaruh Jepang.
Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara perancang (Sultan Hamid
II), Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad
Hatta, terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu.
Terjadi kesepakatan mereka bertiga, mengganti pita yang dicengkeram Garuda,
yang semula adalah pita merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan
semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”.
LAMBANG KEDUA
Pada tanggal 8 Februari 1950, rancangan final lambang negara yang dibuat
Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden
Soekarno. Rancangan final lambang negara tersebut mendapat masukan
dari Partai Masyumi untuk dipertimbangkan, karena adanya keberatan terhadap
gambar burung garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai dan
dianggap bersifat mitologis.
Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang
telah disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta
bentuk Rajawali – Garuda Pancasila dan disingkat Garuda Pancasila. Presiden Soekarno kemudian menyerahkan rancangan
tersebut kepada Kabinet RIS melalui Moh Hatta sebagai perdana menteri.
AG Pringgodigdo dalam bukunya “Sekitar Pancasila” terbitan Departemen
Hankam, Pusat Sejarah ABRI menyebutkan, rancangan lambang negara karya Sultan
Hamid II akhirnya diresmikan pemakaiannya dalam Sidang Kabinet RIS. Ketika itu
gambar bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila masih “gundul” dan “’tidak
berjambul”’ seperti bentuk sekarang ini.
Inilah karya kebangsaan anak-anak negeri yang diramu dari berbagai aspirasi
dan kemudian dirancang oleh seorang anak bangsa, Sultan Hamid II Menteri Negara
RIS. Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan untuk pertama kalinya lambang
negara itu kepada khalayak umum di Hotel Des Indes, Jakarta pada 15 Februari
1950.
LAMBANG KETIGA
Penyempurnaan kembali lambang negara itu terus diupayakan. Kepala burung
Rajawali Garuda Pancasila yang “gundul” menjadi “berjambul” dilakukan. Bentuk
cakar kaki yang mencengkram pita dari semula menghadap ke belakang menjadi
menghadap ke depan juga diperbaiki, atas masukan Presiden Soekarno.
Tanggal 20 Maret 1950, bentuk akhir gambar lambang negara yang telah
diperbaiki mendapat disposisi Presiden Soekarno, yang kemudian memerintahkan
pelukis istana, Dullah, untuk melukis kembali rancangan tersebut sesuai bentuk
akhir rancangan Menteri Negara RIS Sultan Hamid II yang dipergunakan secara
resmi sampai saat ini.
LAMBANG KEEMPAT
Untuk terakhir kalinya, Sultan Hamid II menyelesaikan penyempurnaan bentuk
final gambar lambang negara, yaitu dengan menambah skala ukuran dan tata warna
gambar lambang negara di mana lukisan otentiknya diserahkan kepada H. Masagung,
Yayasan Idayu Jakarta pada 18 Juli 1974. Sedangkan Lambang Negara yang ada
disposisi Presiden Soekarno dan foto gambar lambang negara yang diserahkan ke
Presiden Soekarno pada awal Februari 1950 masih tetap disimpan oleh Kraton
Kadriyah, Pontianak.
Dari transkrip rekaman dialog Sultan Hamid II dengan Masagung (1974)
sewaktu penyerahan berkas dokumen proses perancangan lambang negara, disebutkan
“ide perisai Pancasila” muncul saat Sultan Hamid II sedang merancang lambang
negara. Dia teringat ucapan Presiden Soekarno, bahwa hendaknya lambang negara
mencerminkan pandangan hidup bangsa, dasar negara Indonesia
berupa sila-sila dari dasar negara, yaitu Pancasila divisualisasikan dalam
lambang negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.